My Rainbow Dreams

Just Blogger Templates

Sabtu, 20 Agustus 2011

Cinta dan Bintang (part 5)




Shilla dan rio pun melesat pergi dari taman itu, tanpa menyadari adanya alvin yang tengah memerhatikan mereka. “vin!” lamunan alvin terhenti ketika mendapati sivia memanggil namanya.

“apa ?” sahut alvin cepat lalu kembali duduk disamping sivia.

Sivia terdiam, lalu menghela nafas. “kamu ngeliatin apa?” tanyanya lembut. Alvin pun menatap sivia sejenak lalu kembali pada pandangannya kedepan.

“nggak apa-apa!” jawabnya lalu beranjak dari duduknya dan meraih sepedanya. “naik vi! Kita pulang aja!” lanjutnya. Sivia hanya mengangguk, menuruti perintah alvin. Mereka pun akhirnya pulang.

*

“kamu tuh abis ngapain? Keluyuran mulu!” cibir omanya dengan menatap sinis kearahnya ketika alvin baru saja sampai dirumah.

Alvin mendesah kemudian mencibir. “terserah alvin. Ini bukan urusan oma. Oma urusin aja noh cucu kesayangan oma. Dia juga lagi ngeluyur, aku yakin oma nggak akan marahin dia. Pilih kasih emang!” kali ini alvin mulai melawan. Bukan bermaksud untuk tidak sopan, namun mungkin ia sudah tidak tahan terhadap perlakuan omanya selama ini. jika ia tidak salah. Selalu saja disalah-salahkan.

Alvin pun melangkah cepat ke kamarnya lalu merebahkan diri dikamarnya. “capek gue terus-terusan begini!” gumamnya sendiri.

Sedangkan didepan rumah, terdapat rio dan shilla yang tengah berdua dan hendak masuk. Rio dan shilla pun masuk lalu duduk di ruang utama bersama omanya.

“ini yang namanya rio ya? Kelihatannya memang anak yang baik. Jagain shilla ya rio. jangan sampe dia tersakiti. Janji ya?!” ucap omanya dan rio tersenyum lalu mengangguk.

“iya oma. Pasti !” jawab rio pasti. Mendengar itu, pipi shilla langsung memerah. Ia pun tersenyum malu.

*

Rio. kamu lagi dimana ? aku kerumahmu, kamu nggak ada -,-

Rio menghela nafas. Ternyata gadis berdagu tirus itu yang mengirimkan pesan padanya. Rio pun segera membalasnya.

Dirumah shilla. Kesini aja fy.

Gadis bernama ify tadi pun segera melesat kerumah shilla. Sesampainya dirumah shilla ia pun langsung menghampiri rio dan shilla yang tengah diruang tengah berdua. Karna baru saja omanya beranjak, katanya hendak kekamar. “hey!” sapa ify. rio dan shilla pun tersenyum.

“oya fy. tdi kamu bilang kamu kerumahku. Emangnya ada urusan apa?” tanya rio saat ify sudah berposisi duduk.

Ify menghela nafas sebentar lalu menjawab. “ada keperluan! Hehe!”

“keperluan apa?” sambung shilla penasaran.

Ify tersenyum lalu mengeluarkan botol dari dalam tasnya. “ini. aku kembaliin ke kamu yo!” ucapnya lalu meletakkan botol itu diatas meja kemudian menyodorkannya kepada rio.

Shilla terdiam. Ia tak mengerti itu apa. “kenapa kok dikembaliin?” tanya rio.

“gapapa. Menuh2in pajangan kamar ku. Haha. Lagian itu kan tinggal bintang, keong, sama pasir pantainya aja kan? Suratnya aku simpen. Kenang2an. Hehe!”

Rio terdiam. Kenang-kenangan ? astaga. Ia kembali teringat oleh masa lalunya. Namun tersadar karna ia menyadari shilla masih berada diantara mereka. “oh yaudh. Thanks!” ucap rio.

*


Suasana taman sore itu terlihat sangat ramai. Dengan berbagai pengunjung dari berbagai umur. Beberapa kaum anak kecil berlarian bermain ditaman itu. Beberapa anak muda sepertinya juga tengah santai. Begitu pun dengan kaum dewasa.

“kamu suka sama gadis tadi pagi itu ya?” tutur gadis itu lembut, memecahkan keheningan yang sedari tadi terjalin diantara keduanya. Sesaat kemudian gadis itu menggigit bagian bawah bibirnya. gugup.

Pemuda yang ditanya masih terdiam menunduk, lalu mendongak ke arah gadis yang bertanya itu. “iya. dia gadis yang baik. Tapi, sudah menjadi milik oranglain!” ujarnya lirih dipenghujung kalimat.

Gadis bernama lengkap sivia azizah itu terdiam. Rongga pernafasannya tiba-tiba terasa tercekat. Ingin sekali rasanya ia menangis ketika dugaannya itu ternyata benar. hati alvin telah termiliki.

“apa selama ini kamu nggak sadarin sesuatu ? kalau selama ini, hatiku telah termiliki untukmu alvin!” lirih sivia yang berucap dalam hatinya. Ia merunduk diam. Menangis dalam hati, meraung dalam diam.

Alvin merasakan hawa yang berbeda, serasa seperti ada sesuatu. Alvin pun menoleh perlahan. “kamu kenapa?” alvin terus memperhatikan sivia yang berubah sikap itu.

Sivia mendongakkan kepalanya. “nggak apa-apa kok!” kilahnya. Ia pun menatap lurus ke depan. “nggak kerasa kita udah beranjak dewasa. Sekarang aja udah mengenal cinta” lanjutnya. Tatapannya masih fokus kedepan. Memandang lurus ke arah gerombolan anak kecil yang tengah ribut membeli balon pada penjual balon di sekitar taman itu.

“iya. aku juga nggak nyangka. Terutama tentang perasaanku yang akhirnya untuk gadis itu.” Ujar alvin. Ia juga kini memandang lurus kedepan sembari melipat kedua tangannya dipangkuannya. “walaupun tak terbalaskan” lanjutnya lirih.

“jangan begitu. Suatu saat nanti pasti kamu akan bisa mendapatkannya!” ujar sivia mungkin lebih bijak dari biasanya. Ia berkata demikian karna ia sendiri yakin, suatu saat nanti. Entah kapan. Ia pasti akan memiliki pemuda tampan disampingnya itu.

Alvin tersenyum miring. “hhh. Cinta dia hanya untuk pemuda itu sivia. Aku pasti tak akan menggantikan posisi pemuda itu. Mungkin memang aku hanya bisa merasakan cinta yang tak terbalaskan alias bertepuk sebelah tangan!”

Sivia meneteskan airmatanya. Lalu segera menghapusnya. Dan kini kembali menatap alvin. “kamu tuh menyerah sebelum berperang tau namanya. Payah. Nggak mau berjuang!”

“aku bukan nggak mau berjuang vi. Tapi aku mau mengalah demi kebahagiaan dia. Toh waktu aku menyatakan perasaanku. Dia lebih memilih pemuda itu. Bukan aku!”

Sivia terdiam lalu berfikir akan menjawab apa lagi. “tapi. Siapa tau, suatu saat nanti. Dia akan menyadari ada cinta yang lebih tulus untuknya. Yaitu kamu vin! Dan siapa tau dia akan memilihmu! Semua itu bisa terjadi kan?” ucapnya.

“udahlah vi. Jadi mellow gini kan. Udah yuk, kita kesana aja!” ucap alvin dan beranjak dari duduknya sembari meraih tangan sivia dan menariknya ke arah penjual ice cream di dekat taman itu.

*

“kamu nggak akan jauhin aku karna perasaan aku ini kan fy?”

Ify menoleh ke arah pemuda yang barusan bersuara itu. “nggak kok. siapapun berhak mempunyai perasaan. Tapi harusnya aku meminta maaf karna belum bisa balas perasaan itu. Maaf yel!” lirihnya sejurus kemudian ia menunduk merasa bersalah.

“kamu nggak balas juga nggak apa-apa. Lebih baik kita nggak bersama, daripada bersama tapi kamu nggak bahagia. cukup jadi sahabat, itu udah cukup kok!”

“aaahh. Iyeelll.” Dengan perasaan bangga terhadap sikap sahabatnya itu lantas sejurus kemudian ify memeluk gabriel tanpa diberi aba-aba terlebih dahulu.

“udah ah fy. nggak usah bahas-bahas kaya gini lagi. o ya gimana tentang kegiatan musik kamu itu? Makin suka kayaknya masuk ke dunia itu. Hehe!”

“hehe. Iya yel. ternyata seru juga lho jadi pemusik gitu. Apalagi pianis. Aku juga udah belajar banyak tentang dunia itu. Ternyata rada rumit. Tapi menyenangkan.”

Gabriel tersenyum. “baguslah. Jadi bisa bikin kamu lupain kegalauan. Haha!” ia tertawa jahil. Ify pun merengut.

*

Shilla terpaku pada layar monitor dihadapannya. Mengutik sembari tersenyum dengan tampilan layar monitor menandakan kegiatan chatting yang tengah dilakukannya. Alvin dengan santainya masuk  kekamar itu tanpa mengetuk pintu. “shill !” panggilnya. Kegiatan shilla pun terhenti sejenak. Lalu menoleh ke arah pemuda yang terlihat masih diambang pintu.

“ya. Kenapa?” tanya shilla lembut.

Alvin melanjutkan langkahnya lebih mendekat ke arah shilla yang masih duduk didepan layar monitor. “lagi ngapain?” alvin menanyakannya sembari mengintip ke arah layar monitor dihadapan shilla. “oh chatting sama rio toh!” lanjutnya.

Shilla memicingkan mata. “ih. Ngintip-ngintip. Niatnya kesini mau ngapain sih?” ujar shilla dengan nada sedikit kesal.

Alvin terkekeh. “biasa atuh neng. Ke taman yuk. Kita liat bintang!” ajak alvin. Tanpa shilla menyetujuinya, alvin sudah menarik dahulu lengan shilla menuju keluar kamar dan lalu ke taman dekat kompleksnya itu.

“ih alvin lepas. Jangan narik gitu dong. Kamu mah jalannya kecepetan sampe aku nggak bisa seimbangin tau !” ujar shilla sembari mengerucutkan bibirnya. lalu saat alvin melepaskan pegangan tangannya, shilla langsung melipat kedua tangannya.

“iya deh maaf. duduk yuk!” shilla pun menuruti alvin. Sejurus kemudian suasana sepi, sangat sepi. Kedua penghuni disana tengah memandang penuh arti pada bintang dilangit itu.

“shill”

“vin”

Keduanya serempak memanggil, keduanya sama-sama menoleh. sejurus kemudian tertawa kecil bersamaan. “kamu duluan deh shill !” ujar alvin akhirnya mengalah.

Shilla menghela nafas. “nggak deh vin. Nggak jadi. Kamu aja!”

Alvin memandang shilla lekat. “beneran ?” dan shilla hanya mengangguk mantap. Akhirnya alvin pun memutuskan untuk memulai pembicaraannya.

“kamu pernah punya masalalu nggak shill ? tp maksudku orang yang kamu sayang dimasa lalu!” ujar alvin penuh teka-teki. Shilla menatap alvin lekat. Seakan ingin tahu jelas apa yang akan dikemukakan oleh pemuda itu. Alvin menoleh ke arah shilla. “punya nggak ?” tanya alvin sekali lagi. Shilla menghela nafas panjang lalu mengangguk.

Pemuda bernama lengkap alvin jonathan itu tersenyum. Memory otaknya teringat kembali saat dimana ia dahulu bertemu seorang gadis cilik yang menurutnya itu cengeng. “aku ketemu dia waktu nangis malam-malam di taman. Sendirian pula. Dan itu juga waktu aku masih duduk dibangku sd kelas 2.” Shilla semakin mencerna ucapan alvin. Ingin tahu lebih jelas apa yang diucapkan alvin lagi.

Ia menunduk. “aku kangen dia. Dulu, dia sering banget nangis dan aku yang selalu ada buat dia. Sampe akhirnya, dia pergi dan sekarang entah dimana!” sepertinya shilla masih bersedia menjadi pendengar yang baik untuk alvin.

“Cuma ini kenangan satu2nya dari dia” alvin merogoh saku celananya. Mengeluarkan sebuah benda kecil dengan sinar berwarna keperakan. “aku selalu simpen ini. Bahkan aku dulu sempet yakin, dengan aku menyimpan ini. Pasti suatu saat aku akan ketemu peri kecilku itu.!” Lanjutnya. Shilla pun meraih benda yang berbentuk bintang tersebut.

“bintangnya cantik! Siapa nama peri kecilmu itu vin?” ucap shilla yang pemandangannya masih meneliti benda digenggamannya itu. Senyumnya mengembang. Karna itu menurutnya benda yang cantik.

“namanya ais. Dia pokoknya imut deh waktu dulu. Bahkan aku punya foto dia waktu kecil. Nih!” alvin menyerahkan selembar foto ke pangkuan shilla. Shilla pun meraih foto itu lalu tersenyum.

“imut yah anaknya. Lucu!”ucap shilla namun ia terdiam seketika. Sepertinya ia sangat mengenal baju yang dikenakan bayi yang berumur sekitar 6bulan dalam foto itu.

Alvin melambaikan tangannya ke hadapan wajah shilla. “kenapa? kok diem?” tanyanya. Shilla terhenyak “nggak papa kok!” jawab shilla asal. Ia pun mengerutkan dahi. Masih penasaran dengan bayi dalam foto itu. Padahal setau dia, ia sama sekali tak pernah mengenal siapapun yang bernama ais.

*

Ais kangen nathan

Pena berwarna babypink tengah digoreskan pada kertas oleh sang empunya. Pemilik rambut ikal itu malah asik menuliskan sebuah nama, nama masalalunya. Entah kenapa, akhir-akhir ini, ia terfikirkan kembali oleh bocah laki-laki kecil bernama nathan itu.

“kamu tau nggak. Ais kangen nathan. Ais pengen ketemu nathan lagi. Ais butuh nathan sekarang! Bantuin ais !” rajuk gadis itu yang terkurung di tangisan dalam hatinya.

Gadis itu merogoh laci meja belajarnya. Diraih sebuah kotak hitam mungil, dengan corak-corak bintang berwarna perak pada dinding kotak tersebut. Dibukanya kotak mungil itu. Alunan musik lembut pun mengalun dari benda itu. Mengalun lembut, membuat fikiran gadis itu terbawa ke alam masa lalu.

“nathan sayang ais”

Kalimat itu terus terapal dalam memory ingatan gadis itu. bagaimana tidak hafal ? nathan adalah pangeran ais sewaktu kecil. Nathanlah yang mungkin selalu menghiburnya dikala sedih. Layaknya pangeran dalam negeri dongeng. Gadis itu merutuk dalam hati.


aku nggak pernah suka takdir.

Takdir selalu memaksaku,

Menapakki sebuah realita yang tak terbayang..

Bahkan, detik ini..

aku bingung, apa yang akan di perbuat takdir nantinya ?

aku ingin bertemu nathan.

Akankah takdir membawaku bertemunya ?

*

“ ini apa vin ?” shilla berjalan mendekat menuju meja belajar alvin. Sembari menunggu alvin yang tengah bersiap ke sekolah. “punya siapa?”  lanjutnya.

Alvin menoleh, dilihatnya benda yang tengah shilla pegang dan shilla perhatikan itu. “oh itu, itu punya aku lah!”alvin kembali fokus didepan cermin sembari mengenakan dasinya.

“ha!” shilla terkejut. Alvin mempunyai sebuah jepitan beraksen bintang itu?  “kamu yakin? Kamu kan cowo vin!” tanya shilla masih dengan ekspresi membelalak.

Alvin terkekeh. “ya ampun shill. Itu punyaku. Tadinya mau ku kasih ke seseorang”

“siapa?”

“ais. Tapi waktu dulu pas aku mau kasih. Dia udah keburu pindah, bahkan sampe sekarang. Tuh jepitan masih aku simpen. Siapa tau, entah kapan aku bakal ketemu dia. Aku bakal kasih itu ke dia!”

Shilla manggut-manggut pertanda mengerti. “oh. Kirain kamu pake kaya ginian” shilla terkekeh sendiri. Sembari membayangkan betapa lucunya seorang alvin jonathan mengenakan sebuah jepitan wanita beraksen bintang tersebut.

“ogah banget. Dikira aye bencissss” alvin bergidik geli. Shilla kembali terkekeh melihat ekspresi alvin itu.

*

Sebuah bunyi klakson mobil yang ia hafal betul bersuara dari arah depan rumahnya. Mobil jaguar merah terparkir didepan rumahnya. Shilla yang tengah berjalan bersama alvin yang baru saja keluar kamar alvin pun mempercepat langkahnya setelah berpamitan dengan alvin untuk mendahuluinya.

Pemuda yang juga mengenakan seragam sama dengan shilla pun keluar dari mobilnya lalu menghadiahi pagi shilla dengan senyuman termanisnya. Shilla pun tersenyum. Rio mengantarnya tepat ke arah lain dipintu sebelah kiri. Tepat disamping pengemudi. “silahkan nona cantik!” rio membukakan pintu mobilnya lalu shilla pun masuk. Rio pun berlari kecil menuju pintu bagian kanan dan akhirnya masuk dan melaju tepat sampai ke sekolah.

Sedangkan alvin masih saja santai mengikat tali sepatunya yang tadi sempat terlepas dari pautannya. Ia pun melangkah cepat menuju cagiva hitam mengkilap. Miliknya. Dan juga sama seperti kedua orang barusan. Ia juga menuju ke satu tempat yang sama. Sekolah.


0 komentar:

Posting Komentar