My Rainbow Dreams

Just Blogger Templates

Senin, 01 Agustus 2011

Karna Aku Bukan Dia (cerpen_alvia)

Ku senderkan tubuhku di sebuah pohon tua yang memang ukurannya cukup besar hingga mampu meneduhkan ku dari sinar matahari yang cukup membuatku lelah, ku kibaskan tanganku di wajahku karna keringat mulai mengucur dari dahiku,.

Aku memutuskan untuk berdiri dan saat aku menatap ke atas pohon ada tak disangka ada sebuah rumah phon disana, aku pun memutuskan untuk naik ke atas pohon itu lalu melihat di sekeliling rumah pohon itu, aku menemukan sebuah ukiran di sana dengan tulisan alshill, aku memang tak mengetahui makna dari tulisan itu, namun saat aku melihat ukiran yang lainnya terdapat tulisan alvin shilla selalu bersama hari ini esok dan seterusnya.. aku menghela nafas ternyata pemuda itu benar2 masih punya kenangan bersama gadis itu, saat ku melangkah ke arah pojokan aku melihat sebuah pigura kecil dengan foto pemuda tampan bersama gadis cantik, ya itu mungkin pemilik rumah pohon ini yang tak lain adalah alvin dan shilla.

Aku menghela nafas, “kau beruntung ashilla” desahku pelan, memandang gadis cantik yang berada dalam pelukan seorang pemuda dipigura tersebut.

“mau apa kau disini?” seorang pemuda berkata yang sempat membuatku tersentak, aku pun menoleh kearahnya dan ternyata itu dia.

Aku pun mencoba mengatur nafas lalu mulai menjelaskan, “awalnya aku sedang berjalan didekat sini. namun karna cuaca sangat panas, aku meneduh dibawah pohon dan ketika aku melihat ke atas ada rumah pohon, yasudah aku mencoba untuk melihatnya, ini rumah pohonmu ya? Maaf aku tidak tahu !” ucapku menjelaskan.

Dia tersenyum, lalu menghampiriku lebih dekat, “tak apa,” jawabnya singkat.

Aku tersenyum lega, “kau sangat menyayanginya ya? Hingga sampai saat ini kau masih belum melupakan shilla” ucapku memandangnya lekat.

Dia hanya mengangguk dan raut wajahnya berubah seketika, “sangat, aku sangat menyayanginya” ucapnya.

Aku tersenyum simpul, “oh, aku tahu. Shilla itu kan gadis yang baik, pantas saja kau masih sangat menyayanginya, aku tahu aku tak pantas menggantikan posisi shilla dihatimu. Tapi, saat ini aku kekasihmu, bisakah kau memperlakukanku dengan istimewa sepertinya?” ucapku lagi.

“sudahlah, lebih baik kita ke cafe tempat seperti biasa, ayo !!” aku tahu pasti dia tak akan merespon ucapanku, dia malah mengalihkan ucapanku dengan mengajakku, yasudahlah mungkin shilla memang tak akan pernah tergantikan oleh siapapun.

*

Ku pandangi gambar potret diriku bersama gadis itu, ya ashilla zahrantiara. Gadis yang selama ini menjadi sahabatku, hingga ajal menjemputnya. Dia pula yang selama ini mengisi hati pemuda itu, alvin. Mereka memang saling mencintai, saling menyayangi tanpa tahu ada seseorang yang juga menyayangi pemuda itu yaitu aku. Namun, bagiku sahabat adalah segalanya jadi aku lebih baik mengalah darinya, toh shilla selama ini meman sangat baik terhadapku. Hingga akhirnya aku menerima sebuah kenyataan bahwa shilla harus lebih dahulu pergi menghadap tuhan, aku pun tak menyangka gadis sebaik dia haru mengalami penderitaan yang cukup sulit, yaitu menerima penyakit yang memang parah hingga membuat ia tiada.

(flash back on)

“vin, seandainya kau mengalami sebuah penyakit parah, apa kau akan berjuang untuk bertahan? Atau mungkin kau menyerah begitu saja hingga tuhan memanggilmu?” ucapan shilla membuatku dan alvin mengerutkan dahi, namun wajah shilla terlihat sangat ingin mendapatkan jawaban yang keluar dari mulut alvin.

“mengapa kau bertanya seperti itu? Kalau seandainya aku seperti itu, aku akan berjuang untuk sembuh karna aku tak mau berpisah denganmu !!”

Shilla pun terlihat mengangguk paham dengan perlahan ketika alvin mengutarakan jawabannya, “meskipun kau lelah atau kau tidak kuat?” tanya shilla lagi pada alvin.

 Alvin mengangguk dan tersenyum “ ya” jawabnya.

“shill, mengapa kau tiba2 bertanya seperti itu pada alvin?” tanyaku, namun dia hanya menggeleng dan menjawab “tak apa,memangnya tidak boleh ya?” tanyanya namun aku hanya diam dan menjawab ‘boleh sih’ ...

Beberapa saat kemudian aku menoleh kearah shilla yang tiba2 terjatuh dipangkuan alvin, aku dan alvin pun panik dan langsung membawa shilla yang masih pingsan itu menuju rumahsakit yang paling dekat dari sana.

Aku dan alvin juga bersama kedua orang tua shilla menunggu shilla yang masih diperiksa oleh dokter, aku hanya berdoa semoga tidak terjadi sesuatu terhadap shilla.

Tak lama, dokter pun keluar dari ruangan tersebut dengan raut muka yang tak bisa ditebak. Aku dan yang lainpun berdiri dan menghampiri dokter tersebut. “dok, bagaimana keadaan shilla?” tanyaku.

“penyakit yang dideritanya sudah sangat parah. detak jantungnya pun semakin melemah. Yang hanya bisa dilakukan saat ini hanya berdoa, semoga ada keajaiban terhadapnya !” ucap dokter itu yang membuatku sempat bingung. Memangnya shilla sakit apa? Separah itukah hingga dokter tak sanggup lagi mengatasinya? Mengapa shilla tak pernah memberitahuku tentang ini sebelumnya. Aku pun tanpa disadari meneteskan airmata begitupun dengan alvin dan kedua orangtua shilla.

Setelah kami diperbolehkan masuk oleh dokter itu untuk menemui shilla, kami semua pun masuk, aku pun langsung berdiri tepat disamping ranjang shilla yang masih terbaring lemah,
“shill, sebenarnya kau sakit apa?” tanyaku saat ia sudah siuman dari pingsannya.

Sedangkan shilla hanya tersenyum simpul dengan wajahnya yang memucat dan menggeleng pelan, “aku tidak apa-apa, kau tak usah khawatir” jawabnya yang suaranya terdengar parau.

Ku lihat alvin menggenggam tangannya lalu mencium tangannya “shill, tolong jujur padaku. Kau sakit apa?” ucap alvin lembut pada shilla.

Shilla pun meneteskan airmata yang membuatku ikut meneteskan airmata karna terbawa suasana yang sangat khawatir, “maafkan aku vin, karena aku telah berbohong selama ini !” ucapnya lirih. “sejak lama aku sudah mengidap penyakit leukimia, dan maaf aku telah membohongimu selama ini !” lanjutnya.

Aku pun langsung menangis tersedu dan langsung memeluk shilla, “shilla, kenapa kau tak cerita padaku selama ini kalau kau punya penyakit seperti ini?” ucapku disela tangisku.

“maaf, aku tak memberitahumu sejak lama, karna aku tak mau kau mengkhawatirkanku !” lirihnya. Lalu menoleh ke arah alvin “dan alvin, jika aku memang harus pergi, maukah kau menjaga sivia untukku?” ucapnya yang membuatku dan alvin terkejut, aku terkejut karna ia menyebutkan kata ‘pergi’ . gak shill kau tak boleh pergi. Dan dia juga menyebutkan namaku pada alvin yang membuatku semakin terkejut.

Alvin menggeleng cepat dan meneteskan airmata dari sudutmatanya, “tidak, kau tak boleh pergi. Aku tak bisa tanpamu ashilla !! bertahanlah untukku, ku mau kau sembuh !!” shilla tersenyum manis diwajahnya yang nampak terlihat sangat pucat.

Shilla menggeleng pelan lalu meraih tangan alvin, “vin, jika memang takdir aku harus pergi bagaimana? Kau tak bisa mencegahnya kan? Terima saja vin, kalau memang seandainya aku harus pergi duluan, aku mohon jaga sivia, sayangi dia seperti kau menyayangiku, aku mohon !!” ucap shilla, seketika tangannya yang menggenggam erat lengan alvin itu pun merenggang dan terlepas, alat monitor di samping ranjang shilla pun mendengungkan garis lurus, aku tak percaya shilla pergi secepat ini.

Dan sejak saat itu, alvin menjagaku, melindungiku bahkan mencoba menerimaku didalam hatinya.

(flash back off)

“shill, kau tahu? Hati alvin masih untukmu. Kasihan dia, terus menerus memikirkanmu, nampaknya ia sangat kesepian, bahkan aku kekasihnya saat ini saja mrasa tak dihiraukan !!” gumamku kecil memandang fotoku bersama shilla.

*


“Sivia !!” panggil seseorang mengagetkanku yang sedang berkumpul bersama anggota PMR lainnya, ekskul yang kupilih.

“ya !!” sahutku cepat lalu berdiri dan menghampiri pemuda itu yang tengah berdiri didepan ruangan.

Wajahnya terlihat nampak kesal. Tuhan.. ada apa lagi ini.. alvin menatapku lekat dan memegang kedua bahuku, “kau pernah bilang akan keluar dari anggota pmr dan pindah ke cheers seperti shilla, mana? Mengapa kau belum juga keluar?” ucapnya yg terlihat kecewa alias marah padaku.

Aku menunduk, “ma..maaf” ucapku lirih, “aku tak bisa meninggalkan pmr , dan aku tak bisa masuk anggota cheers, aku tak bisa alvin !!” lanjutku.

“mengapa kau tak bisa seperti shilla? Aku hanya ingin kau seperti shilla ! memangnya susah?”

“:ya susah !”

“why?”

“karena aku bukan dia alvin, aku sivia, bukan shilla !!” ucapku lalu pergi meninggalkan dia didepan ruangan itu, aku pun langsung kembali berkumpul dengan anggota pmr lainnya.

*



“ku berharap dia itu kau
ku selalu berharap begitu
ku selalu menginginkan kau
ku berharap dia itu kau”

Note’s kecil yang kutemukan pada tas alvin yang tak sengaja terjatuh itu membuat tubuhku terasa lemas, aku tahu note itu curahan alvin untuk shilla, aku tahu kata yang ia sebut ‘dia’ itu aku. Aku tau vin.

Dengan rasa penuh penasaran, aku merogoh tasnya. Tak salah kan jika aku merogoh tasnya, toh aku ini kan kekasihnya. Kebetulan alvin juga sedang asyik latihan basket.


“segala daya semua rasa
ku kerahkan tuk tumbuhkan cinta
tapi ternyata bukan untuknya
semua cinta yang aku punya”

Ku temukan note’s kecil satu lagi, satu-satunya yang memang masih tersisa didalam tas alvin, aku pun semakin terhenyak saat mengetahui isi note’s uang kedua,

“kenapa sih vin, kau tak pernah bisa terima aku sebagai kekasih hatimu? Se-istimewa itu kah shilla dimatamu? Aku mohon buka hatimu !” batinku kalut. Aku pun segera memasukkan kembali note’s itu kedalam tas alvin saat mengetahui ia akan mendekat menghampiriku.

Aku pun terlihat gugup karna takut alvin mencurigai sikapku tadi, “ekhm, kau kenapa?” tanyanya yang hanya ku sahut dengan menggeleng cepat.

Dia pun mengambil sebotol minumnya yang didalam tasnya, lalu meminumnya, “sudahlah, untuk apa kau menungguku disini? Sudah sana kau kumpul bersama ify membantunya dalam mengurus mading, bisa kan? Shilla saja bisa, masa kau tidak, sudah sana !” perintahnya namun ku hanya menghela nafas, lagi-lagi alvin membawa-bawa nama ‘shilla’. Rasanya tak pernah sekali saja ia tak membahas atau menyebut namanya.

*

“ah vin, aku tak suka makanan disana, kau tahu kan aku tak suka makanan jepang, kita makan di tempat lain saja !” ucapku pada alvin saat mobil alvin tepat berhenti didepan sebuah restaurant makanan jepang.

Alvin terlihat memandangku namun aku malah menundukkan kepala, “kenapa sih? Sekali-kali coba vi, ini makanan kesukaan shilla, dan kau harus bisa suka makanan jepang !” ucapnya lagi-lagi memaksaku untuk menjadi shilla imitasi kali ya.

“tapi vin..” namun lagi-lagi alvin tak menghiraukan perkataanku, ia malah turun dan keluar dari mobil lalu membukakan ku pintu agar keluar dari mobil, dengan langkah ragu aku mengikutinya dari belakang yang mulai memasuki restaurant.

Aku memaksakan mulutku agar mengunyah makanan yang memang membuatku mual, aku terus memaksa untuk mengunyah lalu menelan makanan itu, selang beberapa menit setelah aku menyelesaikan makan aku merasakan mual yang sangat berlebihan, dan segera berlari menuju toilet. Dan keluar dengan memegang perutku yang masih terasa sangat mual.

Alvin menggeleng pelan, “kenapa?” tanyanya.

Aku tak bisa menjawab pertanyaan alvin tadi, sedari tadi aku masih memegangi perutku dan merasakan mual yang belum menghilang. Aku pun memberi isyarat agar alvin mau mengantarkanku pulang, now.

*


“aku tadi sudah bilang kan,
Aku tak bisa makan makanan seperti itu,
Aku tak terbiasa vin.
Jangan paksa aku untuk menjadi seperti shilla”

Ketikku dalam pesan yang ku kirim pada alvin, tak lama dari itu aku pun melihat 1 pesan masuk dalam ponselku, dengan segera aku membuka balasan dari alvin itu, singkat padat dan jelas hanya “maaf”  balasannya pada pesan itu.. ku kira ia akan membalas dengan ucapan sedikit memohon agar dimaafkan dan berjanji  tak akan mengulanginya lagi. Namun apa?! Yang hanya kubaca sepenggal kata bertuliskan 4 huruf disana, mungkin menulisnya saja tak ikhlas ataupun tak niat sedikitpun.

“hanya itu ?!” ketikku kembali pada ponselku. Lalu mengirimnya pada penerima yang mungkin acuh-tak-acuh terhadapku. Setelah menunggu aku tak lagi menerima balasan darinya.

*

Ku berlari sangat pasti menuju sebuah tempat, ku langkahkan kaki menaiki kayu-kayu kecil yang ada dibatang pohon dan segera masuk kedalam sebuah ruangan diatas pohon itu. Aku tersenyum menatap pigura yang tepat berada dipojokan ruang tersebut,

“happy birthday shill ,! aku hanya ingin menyampaikan, jika kau memang berniat melepaskan alvin untukku, bantu aku agar alvin menerimaku seperti ia menerima kau sebagai kekasihnya, aku mohon shill ,!”ucapku lalu meraih pigura yang tertengger di dinding ruang rumah pohon itu.

Aku pun tesenyum simpul, dan ingin segera meninggalkan tempat itu. Namun aku merasakan hembusan nafas tepat dibelakangku. lantas ketika aku membalikkan badanku kebelakang, aku melihat alvin tepat berdiri kini dihadapanku dengan tatapan datar, “mau apa kau kesini?” tanyanya padaku, aku hanya tersenyum masam. Karna jantungku berdegup sangat cepat.

“aku hanya ingin mengucapkan happy birthday pada shilla saja ,!” jawabku.

Alvin mengangguk pelan, “oh” jawabnya singkat.

Aku menghela nafas lega lalu tersenyum tak berarti padanya, dan mengucap “kau sudah ke makam shilla utk mengucapkan happy birthday?” tanyaku basa-basi melawan keheningan.

“ sudah”jawabnya pelan dan sangat singkat dengan nada datar bicaranya yang khas. Tangannya bergerak memegang pundakku, menatapku serius “kenapa kau tak pernah mau menjadi seperti shilla? Shilla itu baik, dia mempunyai keseharian yang baik, mengapa kau tak pernah mau menjadi sepertinya?” ucapnya lagi.

Kini aku menghela nafas, rasanya bosan juga harus mengucapkan kalimat ini berkali-kali “karna aku bukan dia alvin. aku bukan shilla. Manusia terlahir didunia hanya untuk menjadi diri sendiri bukan seperti orang lain. Kau tak bisa memaksaku terus.”jawabku.

“tapi, kau tak sepenuhnya seperti shilla. Kau hanya ku minta menjadi seperti kesehariannya shilla. Sikapnya dan aktivitasnya saja bukan? Aku tak menyuruh kau untuk mengganti nama menjadi shilla kan? Mengapa susah?”

“aku dilahirkan seperti ini alvin. Inilah aku. Aku tak bisa menjadi seperti shilla. Aku tahu shilla gadis yang sempurna menurutmu. Tapi tetap saja aku tak bisa sepertinya!”

“tapi, apa susahnya?!“

“kau pernah berada diposisiku bukan? Kau pernah disuruh shilla untuk menjadi seperti rio kan? Sampai akhirnya kau memang tidak bisa ! sekali lagi aku ucapkan padamu, aku tak bisa seperti shilla karna aku bukan dia,”ucapku lalu segera turun kebawah dari rumah pohon itu dan meninggalkan alvin sendirian.

Ku dengar alvin berteriak memanggil namaku,tapi mungkin hanya hayalanku saja. Namun aku tersentak ketika suara seorang pemuda berteriak “sivia” ya suara yang tadi sempat kudengar kini terdengar kembali. Aku pun menghentikan langkahku dan berbalik badan ternyata seorang pemuda yang nampak basah kuyup karena terguyur hujan tengah berlari kecil kearahku, tepatnya menyusulku. “sivia, tunggu !” perintahnya.

“apa?” tanyaku pelan bersama dengan derasnya hujan yang turun.

Dia terlihat diam dan bingung mau berbicara, sikapnya yang kuperhatikan hanya menghela nafas, menunduk sembari menggigit bagian bawah bibirnya, “kenapa?” ucapku lagi padanya yang kini masih diam membisu.

“maafkan aku. Kau mau kan memaafkanku? Aku tau bagaimana berada diposisi seperti kau saat ini. Karna aku juga memang pernah sepertimu. Memang sulit menjadi seperti oranglain. Maafkan aku. Aku janji tak akan menyuruh kau untuk menjadi shilla.!” Ucapny yang kini membuatku ingin tersenyum padanya.

Aku pun tersenyum simpul dan mengucap, “janji ya?!” memastikan.

Alvin mengangguk pasti, dan tersenyum “ya, janji !” lalu alvin memberi isyarat agar aku memeluknya. Aku pun memeluknya dengan perasaan senang “terimakasih shilla” batinku.

**

“shill, maaf ya. Sekarang rumah pohon ini bukan lagi milikmu denganku, namun ini milik sivia juga, tidak apa-apa kan? Tapi tenang saja, segala kenanganmu disini tak akan kusingkirkan” ucap alvin sembari memandang pigura dengan gambar diri shilla.

Alvin pun beranjak dari posisi semulanya dan mengukir sebuah tulisan dekat dengan tulisan alshill yang sempat kulihat waktu itu, alvin mengukir nama alvia yang membuatku menoleh kearahnya. “alvin-sivia”ucapnya menjelaskan tanpa ku minta memberikan penjelasan. Mendengar ucapan alvin itu aku hanya mengucap “oh” yang mungkin terdengar pelan sekali.

Selanjutnya alvin mengukir tulisan lain dengan sekarang.. alvin sivia selalu bersama hari ini, esok dan seterusnya. Aku hanya memandangi ukiran alvin itu dengan tersenyum.

“shill, kalimatku ternyata kini menjadi kalimat sivia. Aku dulu pernah mengatakan padamu bahwa aku tak bisa seperti rio karna aku bukan dia, tapi kini sivia tak mampu sepertimu karna sivia bukan kau! Cocok ya? Aku sama sivia memang serasi, jangan marah. Karna pasti kini kau tengah bersama rio kan?! Hahaha!” ucap alvin dengan diakhiri tawa renyahnya.






_the end_

0 komentar:

Posting Komentar