My Rainbow Dreams

Just Blogger Templates

Senin, 01 Agustus 2011

Penyesalan (cerpen_cakshill)

                 Penyesalan itu kini datang menghampiriku dan membuatku memikirkan kembali memory masa lalu yang pernah terjadi.  Mungkin memang waktu yang menentukan bahwa masa itu akan menjadi masa lalu yang memang seharusnya dilupakan dan diganti dengan masa depan.


Pandanganku terus terpaku pada sosok pemuda yang tengah menyerap moccacino hangatnya disebrang sana. Pandanganku tak lepas dari siluet tampan itu. Seketika aku merasakan sesak menyelimuti aliran pernafasanku terlebih ketika aku melihat sosok gadis lain yang kini dalam rangkulannya. Oh tuhan, apa yang kurasakan kini ? menyesal dengan perbuatanku dimasa lalu ? mungkin saja iya.


Aku tertunduk lemas, mungkin memang kini harus aku akui, gadis itu jauh lebih sempurna dibandingkan dengan diriku sendiri. Aku menyerap hot moccacino yang mungkin kini merasa dianggurkan olehku karna aku terlalu terpaku pada sosok itu.


“hei ,!” sapa seseorang dari balik tubuhku. Aku pun mendongakkan kepalaku sembari menolehkan kepalaku kebelakang. Setelah itu aku kembali menoleh ke tempat semula walau tidak memandang sosok yang sebelumnya ku perhatikan.


“lo ngapain disini yel ,?” ucapku setelah menyerap hot moccacino ku lagi. Belum sempat sosok yang kutanya itu menjawab. Ia malah duduk terlebih dahulu di kursi tepat dihadapanku.


Dia tersenyum ramah. “gue Cuma mampir kesini. Pas tau ada lo, yaudh gue langsung nyamperin lo. !” jelasnya. Namun aku hanya meresponnya dengan mengangguk faham. Karna mungkin aku tak ingin banyak berbicara karna itu bisa mengganggu lamunanku yang tengah memandangi siluet tadi. “shill ,!” ucap pemuda dihadapanku itu sembari melamba-lambaikan tangannya dihadapanku yang membuat pandanganku terhalang olehnya.


“ih apaan sih yel. Ganggu aja ,!” gerutuku dan langsung menyerap moccacinoku lagi yang tinggal sedikit. Sehingga aku menyerapnya hingga habis.


Pemuda dihadapanku itu menggeleng pelan. Mungkin heran dengan sikapku akhir-akhir ini yang lebih banyak melamun. “lo ngelamun ? ngelamunin siapa shill ,?” tanya pemuda itu yang memandangku terus.


Aku hanya tersenyum tipis. “gak ngelamunin siapa-siapa kok ,!” ucapku yang mungkin berbohong. Ah biarkanlah berbohong kali ini. Karna tak mungkin aku akan menceritakan masa lalu itu kembali.


*


Ah. Desahku pelan. Perasaanku kini mulai resah. Mengapa juga sosok itu kembali kesini dan menggali kembali masa lalu itu ? sehingga penyesalan itu semakin menghantuiku.


Ku raih boneka berbentuk love warna pink yang disamping tempat tidurku. Tak terasa waktu kembali membuatku mengingat masa itu. Dimana ada aku dan dia yang masih bersatu. Aku meneteskan airmata dari pelupuk mataku dengan memeluk boneka love pemberian darinya, masa laluku itu.


Cakka Love Shilla


Tulisan pada boneka itu membuatku tersenyum simpul sesaat. Lalu menyeka airmata yang jatuh dari mataku. Menghela nafas lalu menetralisirkan fikiranku agar tidak menangis lagi. Rasanya cakka memang bukan untukku lagi, Fikirku sesaat.


*


“Shilla ,!” dia menyebut namaku ketika tak sengaja bertemu hadap-hadapan dengannya. Aku hanya menunduk tertegun. Astaga, kenapa bisa jadi seperti ini ? berhadapan dengannya langsung rasanya membuat tubuhku sesaat lumpuh tak bisa bergerak sama sekali.


Aku memberanikan mendongakkan kepalaku dan menatap matanya yang teduh. Rasanya ia tak punya dendam sedikitpun padaku. “cakka ,!” lirihku kembali menunduk.


Telunjuknya bergerak ke arah daguku dan  mendongakkan wajahku agar menatapnya. Aku menatapnya ragu. “kenapa ?” tanyanya singkat. Tubuhku melemas, bibirku bergetar gugup. Lalu tersenyum tipis dan menggeleng cepat. Kemudian berlari kecil menjauhinya.


Ok, aku akui aku memang sangat bodoh. Meyakinkan aku mampu berhadapan dengannya ternyata tidak. Aku tidak mampu dan untuk kesekian kalinya kini aku menangis kembali. Tapi kini aku menangis dalam toilet sebuah tempat perbelanjaan bukan di dalam kamar, seperti biasanya.


“kenapa nangis ? lagi ada masalah ya ? nih ,!” ucap seorang gadis padaku sembari menyodorkan sebuah sapu tangan yang mungkin miliknya. Saat aku melihat pantulan gambaran gadis itu melalui cermin. Aku sedikit tersentak mendapati gadis yg saat itu bersama cakka di cafe tempo hari.


Dia tersenyum ramah. Aku ikut merespon senyumnya dengan tersenyum juga. “makasih ,!” ucapku lalu meraih saputangan itu.


Dia menyodorkan tangannya setelah aku menghapus airmataku dengan saputangan itu. “kenalin aku oik ,!” lagi-lagi dengan senyum manisnya. Kalau dibayang mungkin oik memang lebih sempurna dariku. Dia cantik, ramah, manis dan juga terlihat sopan. Pokoknya lebih sempurna dariku yang seorang peminat munafik.


Ku akui aku memang pantas disebut munafik. Karna aku sendiri membohongi hatiku saat itu. Aku rela melepas cintaku hanya dengan alasan yang mungkin tidak logis. Aku membohongi hatiku dengan berkata aku tak mencintainya lagi, sedangkan sampai detik ini aku masih mencintainya. Sungguh munafik bukan ?


“shilla” jawabku memperkenalkan diri padanya.


( Kenapa pergi gitu aja ? )


Ku terima sebuah pesan singkat yang masuk ke dalam ponselku lantas aku langsung meraih ponselku dan membacanya. Tertegun kembali saat pengirim tersebut adalah dia –cakka-. Tuhan, apa yang harus ku lakukan ?. saat menerima pesan itu aku masih melihat oik dihadapanku. “aku duluan ya ,!” ucap oik dengan ibu jarinya menunjuk ke arah pintu toilet. Menandakan ia ingin keluar terlebih dahulu. responku hanya mengangguk dan tersenyum tipis.


Fikiranku kini kembali terpusat pada pesan itu. Ingin membalasnya atau tidak ? rasanya canggung untuk membalas pesannya. Karna mungkin sudah ada hitungan tahun aku tak pernah bertemunya. Jangankan bertemu, berkomunikasi saja sudah tak pernah akhir2 ini setelah ia memutuskan untuk pergi keluar negeri 2tahun yang lalu.



(flash back on)



Aku termenung memikirkan apakah benar keputusan yang akan ku ambil ? rasanya sedikit ragu namun apa daya. Mungkin memang ini yang harus ku lakukan saat ini demi kebaikanku dan orang tuaku juga.


“kka. Aku mau hubungan kita selesai sampai saat ini aja. Aku udah gak cinta sama kamu lagi ,!” akhirnya aku mampu mengeluarkan kalimat itu walau rasanya batinku sendiri perih dan tak menerima kenyataan bahwa aku yang membuat hubungan ini berakhir begitu saja.


Cakka tersenyum remeh. “hh. Nggak. Pasti kamu bercanda kan shill ? ah bercandanya gak asik ,!” ucap cakka yang membuatku semakin perih. Sikapnya membuatku meneteskan airmata bening itu.


Aku menggeleng. “nggak kka. Aku serius ,!” ucapku lagi yang membuat cakka tertegun menunduk. “maaf” batinku lirih. Aku pun meninggalkan cakka sendirian yang masih seperti patung, diam tak bergeming karna aku takut, menatapnya seperti itu pasti akan membuatku semakin perih dan tak bisa ikhlas meninggalkannya.


*


“ma, shilla sekarang udah bersedia temui alvin dan menemani dia ,!” ucapku pada sosok wanita berparas ke’ibuan yang adalah ibuku yang biasa ku panggil dengan sebutan –mama-.


Mama tersenyum simpul. “maaf ya shill. Ini semua karna mama” lirihnya. “seandainya mama nggak punya hutang sama mereka. Ini nggak akan terjadi ,!” lanjutnya dengan meneteskan airmata.


Aku tersenyum simpul juga, mencoba ikhlas terhadap apa yang sudah terjadi dengan tidak menyesalinya. “ini bukan salah mama kok. lagian shilla ikhlas” ucapku lalu menyeka airmata yang mengalir di pipi mama.


*


Akhirnya semenjak itu aku sering ke rumah alvin. Menemaninya, dan mungkin bisa dibilang juga membantu merawatnya. Aku juga sering mengantarkannya menjalani kontrol ke dokter. Dan apabila alvin dirawat, dengan setia aku menemaninya sampai dengan menunggunya saat menjalani kemotherapy.


Aku melakukan ini karna keluargaku yang terlibat hutang dengan keluarga alvin. Kebetulan kudengar alvin sejak smp memang menyukaiku dan saat ini yang bisa menyemangatinya agar mau berjuang untuk sembuh hanya aku. Maka dari itu aku rela melepas cakka demi menyelamatkan keluargaku dari ancaman keluarga alvin. Dan aku juga rela merawat alvin. Hitung-hitung berbuat baik untuk oranglain.


Dan setelah itu aku mendapat kabar bahwa cakka pindah ke luar negeri entah karna apa. Dan semenjak itu pula aku putus komunikasi dengannya. Aku tak pernah mendapat kabar darinya. Hingga sempat membuatku resah.



(flashback off)



*


( kejadian 2 tahun lalu gimana ?
masih ingat ? masih kecewa
denganku ? kalau seandainya iya ..
maaf.. )


hanya balasan itu yang saat ini mampu ku uraikan. Sesaat sempat ragu karna mengingatkannya tentang kejadian 2 tahun silam. Mungkin suatu kesalahan bagiku, sudah berulang kali keluargaku menanyakan apakah aku yakin dengan keputusan itu ? aku memang hanya mengangguk pasrah karna saat itu memang menurutku hanya keputusan itu yang terbaik.


(nggak. Untuk apa kecewa ?)


Balasannya itu membuatku menyunggingkan senyum tipis seketika. Pemuda pengirim balasan pesanku itu memang benar-benar memiliki hati yang baik dan tulus. Aku tahu ini memang menyakitkan buatnya, karna aku berfikir jika aku diposisi sepertinya aku akan sakit hati, dan pasti aku akan membenci orang yang membuat aku sakit hati itu.


Aku mengurung niatku untuk membalas pesan itu. Tersenyum getir, lalu melangkah menuju keluar toilet dan melangkah terus menuju keluar tempat perbelanjaan itu dan segera melesat ke rumah.


*


“ Shilla ,!” panggil seseorang dari balik punggungku yang membuatku tersentak ketika hendak membuka pintu rumah. Aku pun menoleh kebelakang dan mendapati seseorang yang memanggilku tadi.


Tersenyum simpul itulah yang ku lakukan walau terkesan sedikit terpaksa, “ya vin. Ada apa ?” tanyaku ramah yang dengan menatap pemuda berparas oriental itu.


“aku Cuma mau makasih. Waktu aku check ke dokter. Ternyata aku udh sembuh dari penyakitku ! makasih udah kasih semangat buat aku shilla ,!” ucap alvin dari dasar hatinya yang tulus.


Aku ikut tersenyum, mungkin ikut gembira juga entah kenapa. atau aku gembira karna jika alvin sembuh berarti keluargaku selamat dari ancaman keluarga alvin ? entahlah. Tapi memang benar, aku juga senang karna bisa bebas dari ancaman itu. “udh sembuh ? selamat ya .!” ucapku sembari mengulurkan tangan dan tersenyum manis.


Dia mengangguk senang dan langsung memelukku. Aku sempat terlonjak karna ia memelukku. Namun aku membiarkannya untuk memelukku. “makasih banyak ya shill ,!”ucapnya lagi, aku hanya tersenyum “karna kamu udah mau nemenin aku selama ini ,!” lanjutnya lalu melepaskan pelukannya.


“aku sehabis ini mau pindah ke jerman untuk tinggal disana sama ortuku.” Ucapnya lagi dan aku hanya meresponnya dengan tersenyum tipis.


“iya sama-sama ,!” ucapku membalas ucapan makasihnya yang sebelumnya. Dan tersenyum tulus.


*


Kini penyesalan semakin menjalar padaku. Aku bingung harus bagaimana dengan semua ini. Aku memang sudah terbebas dari alvin sepenuhnya. Tapi bagaimana dengan cakka ? apa aku bisa merajut kembali cerita-cerita yang dulu sempat terjalin hubungan cinta ? entahlah, aku tak tahu. Karna aku tahu cakka sudah mempunyai penggantiku, yaitu oik.


( Cakka. Bisa kita ketemu di cafe hotcca ?)


Aku sudah menentukan sekarang. Menemuinya mungkin hal yang harus aku lakukan sekarang. Maka itu aku mengirimkan pesan padanya. Tak lama balasan darinya datang dan menyetujuinya.


*

Cafe Hotcca


“mau ngomong apa ?” tanyanya lembut. Aku yang sebelumnya tak apa-apa. Kini malah gugup, otot tulangku serasa melemas seketika. Dan aku gemetar ingin berkata apa terhadapnya.


Dia melambai-lambaikan tangannya dihadapan muka’ku “shill ,!” ucapnya. Dia terlihat mengatur nafas. “klo kmu nggak ngomong duluan, aku aja ya. “ ucapnya sekali lagi, aku hanya mengangguk pasrah berharap cakka akan membicarakan hal yang sama. Dia merogoh tasnya lalu seperti mengeluarkan sesuatu.


Posisiku yang masih tertunduk pun lantas mendongakkan kepalaku menatapnya lalu menatap meja dihadapanku. “dateng ya ,!” ucapnya. Aku pun meraih barang yang dikeluarkan cakka itu lalu membukanya. Aku tercekat, tubuhku makin melemas seketika dan sesak pun kini memenuhi rongga pernafasanku. Jelas begitu, karna ini hal yang tak pernah kuduga.


Aku termenung dengan sebuah undangan berwarna biru laut dengan arsiran berwarna keemasan yang masih digenggamanku. Dia akan bertunangan dengan oik ? tuhan, aku akui aku memang terlambat.


“shilla. kmu dateng kan ?” ucapnya sekali lagi. Aku hanya mengangguk dan tersenyum getir.



*


Hari dimana aku harus merelakan pujaan hatiku bersanding dengan gadis lain dan mereka akan meresmikan hubungan mereka ke jenjang pertunangan.


Lagi-lagi.. inilah penyesalanku..


Masing-masing diantara mereka sudah menautkan cincin pada jari mereka. Aku memandang mereka dengan tatapan getir. Dia nampak sangat bahagia sepertinya. Senyum itu, senyum yang terlihat diwajahnya sama sekali tak menunjukan senyum lain selain bahagia.


Tuhan.. ku akui inilah penyesalan yang sangat menyakitkan.. aku benar-benar menyesal. Andaikan saja ini bisa diulang. Aku tak akan menyia-nyiakannya lagi. Maafkan aku..


Aku tak kuat melihat itu. Tangan cakka menggangdeng oik tunangannya dengan mesra. Ku akui memang cocok. Tapi itu membuatku sakit. aku berlari keluar gedung. Saat itu aku terhenti sejenak di ambang pintu, karna ada seseorang yang mungkin menatapku dengan iba. Tatapannya nanar. Namun aku terus berlari walaupun langit sedang tidak bersahabat.


Langit marah ? mungkin. Buktinya saja ia menyuarakan suara gemuruh dan menurunkan tangisannya pada bumi. Ia sama seperti ku saat ini. Aku marah dan aku menyesal. Aku berteriak sekencang-kencangnya di tengah jalan yang memang sangat sepi. Aku menangis bersama langit yang juga sedang meneteskan air.


Tuhan.. aku menyesal -,-



“aku nyesel cakkkaaaaaa.” Teriakku dan aku pun jatuh terduduk. Menangis sejadi-jadinya.



“aku nyesel udah sia-siain kamu. Sampai akhirnya kamu mndapatkan penggantiku dan buatku sakit. ,!” lirihku.



*



Kini aku yakin dan mengerti.. penyesalan memang selalu datang terakhir.. dan penyesalan itu yang kini kurasakan.


Aku menyesal telah meninggalkannya dulu -,-














_the end_

0 komentar:

Posting Komentar